Selain Foreign heroes dari kick andy heroes , masih banyak lagi Bule yang cinta dan berkarya bagi bangsa kita. Tak tanggung-tanggung mereka bahkan berkarya dan berkontribusi dalam bidang sastra dan bahasa Indonesia. Can you imagine that? Ada contoh 2 orang lainnya, yaitu Alm.Denys Lombard dan Zorica Dubovská. Mari kita lihat profilnya
Denys Lombard
Dikutip dari http://yulibean.multiply.com/journal/item/159/Orang-orang-Asing-yang-mencintai-Indonesia, Denys Lombard bersama istrinya, Claudine Salmont, sangat mencintai Indonesia, khususnya tanah Jawa dan Aceh. Denys menulis buku karangannya yaitu 3 jilid seri Nusa Jawa. Denys Lombard, dilahirkan dari keluarga yang menyukai sejarah dan Oriental issues. Ayahnya (Maurice Lombard) adalah pengarang buku yang sangat terkenal berjudul “Islam Dans sa Premiere Grandeur” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, “The Golden Age of Islam”. Denys Lombard menyelesaikan studi kesejarahan dan bahasa-bahasa timur di Sorbone, the Ecole Pratique des Hautes Etudes, dan the Ecole des Languages Orientale, Paris. Setelah selesai studi, dia lalu melanglang buana, melintasi benua Asia, sempat juga tinggal bertahun-tahun di Beijing dan menulis untuk EFEO, sebelum akhirnya tinggal bertahun-tahun pula di Jakarta.
Magnus opus atau karya terbesar dari Denys Lombard adalah 3 jilid bukunya yang berjudul Le Carrefour Javanais: Essai d’histoire globale terbitan EFEO (Ecole Francaise d’Extreme-Orient) tahun 1990, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Gramedia di tahun 1996 dengan Judul Nusa Jawa: Silang Budaya. Tiga Jilid buku ini berisi tidak kurang dari 1.027 halaman, disertai bibliografi sebanyak 2.000 judul, 630 entri indeks, 1750 daftar kata, 2500 catatan yang kesemuanya dirangkum pada jilid ketiga. Nusa Jawa juga memuat 88 gambar dan 50 buah peta serta denah. Tak lama setelah menghadiri peluncuran bukunya di Perpustakaan Nasional Jakarta, Februari 1997, Denys meninggal dunia di usianya yang tepat 60 tahun (lahir 1 Januari 1938 dan meninggal 8 Januari 1998).
Zorica Dubovská
Dikutip dari berbagai sumber, Zorica Dubovska adalah warga negara Ceko yang lahir di Praha, 11 April 1926. Dia sangat mencintai Bahasa Indonesia dan Bahasa Sansekerta. “Sulit menjelaskan keindahan kedua bahasa itu dengan kata - kata. Bunyi dan kata - katanya sangat indah,” kata Dubovská.
Beliau mengenal bahasa Indonesia dan bahasa Sanskerta pada 1940 – an. Perkenalan pertama Dubovská dengan bahasa Indonesia terjadi melalui teman prianya yang banyak membaca buku tentang Indonesia karya penulis Belanda. Namun, pengetahuannya yang lebih mendalam ia dapat dari Ivan Hess, pemimpin pabrik gula di Yogyakarta yang kembali ke Cekoslowakia ( nama asli Ceko sebelum pecah dengan Slowakia pada 1993 ), menjelang Perang Dunia II. Bahkan, Dubovská tercatat sebagai satu di antara lima siswa yang belajar bahasa Indonesia di Institut Oriental di Praha pada 1946.
Dubovská mampu membentuk kata - kata baru dalam bahasa Indonesia. Padahal, usia bahasa Indonesia masih sangat muda jika dibandingkan dengan bahasa - bahasa nasional negara - negara lain. Menurut Dubovska, dialah yang menciptakan istilah swasembada dalam bahasa Indonesia. Kata itu muncul ketika dia harus menerjemahkan istilah svépomoc dalam sebuah brosur koperasi dari bahasa Ceko pada 1970 - an. Arti harfiah kata itu dalam bahasa Indonesia adalah pertolongan pada diri sendiri. Awalan swa dalam Sanskerta memiliki makna yang sama dengan své dalam bahasa Ceko.Akhirnya, istilah svépomoc itu diterjemahkan menjadi swasembada. Dubovská bersyukur kata itu kini sudah diakomodasi dalam KBBI
Dubovská juga sudah menyelesaikan terjemahan kakimpoi Arjuna Wiwaha ke dalam bahasa Ceko. Sumber terjemahan berasal dari buku Arjuna Wiwaha yang ditulis R Ng Poerbatjaraka pada 1926.Kini, Dubovská mengabdikan sisa hidupnya bagi perkembangan bahasa dan budaya Indonesia di Ceko. Ia hanya sesekali mengajar karena usianya yang melebihi batas pensiun, yaitu 65 tahun. Sejumlah muridnya kini telah menjadi penerusnya dalam pengembangan bahasa dan budaya Indonesia.
Saya sangat yakin masih banyak contoh Bule yang tidak disebutkan disini tapi memiliki rasa cinta dan karya terhadap bangsa kita Indonesia. Mungkin selama ini kita berpikir bahwa para orang asing itu hanya datang untuk mengeruk kekayaan SDA kita, tetapi sebenarnya mereka pun memberikan pendapatan kepada negara kita secara ekonomi.
Terkait dengan hal pendapatan ekonomi, pada awal Juli 2012 telah diselenggarakan Kongres Diaspora Indonesia di Los Angeles, California yang diselenggarakan oleh Kedubes Indonesia untuk Amerika Serikat yang berkantor di Washington DC. Apa itu Diaspora Indonesia ? Dubes Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal, menyatakan bahwa definisi "diaspora" di sini sangat luas. Pengertiannya mencakup setiap orang Indonesia yang berada di luar negeri, baik yang berdarah maupun yang berjiwa dan berbudaya Indonesia - apapun status hukum, bidang pekerjaan, latar-belakang etnis dan kesukuannya - dan tidak membedakan antara pribumi maupun non-pribumi. Lebih dari itu, Dubes Dino juga menyatakan orang asing yang mencintai budaya Indonesia atau mempunyai hubungan keluarga dengan warga Indonesia juga dianggap sebagai bagian dari Diaspora Indonesia (DI). Pendek kata,
“selama di hatinya ada Indonesia - apapun warna kulit, warna paspor dan jenis visanya - maka ia adalah bagian dari diaspora Indonesia.”
Dikutip dari laporan kedubes Indonesia di kongres DI, menyebutkan bahwa potensi DI dapat dijabarkan dengan jumlah Diaspora Indonesia ynag mencapai 8-10 juta jiwa, kombinasi WNI dan WNA pada generasi pertama, ke-2, dan ke-3. Dari jumlah tersebut memiliki potensi ekonomi 59.000 dollar AS serta remittance 7 miliar dollar AS (2011).
Inspirasi buat Kita
Inspirasi apa yang bisa kita dapat dari cuplikan kisah-kisah di atas? Bagi penulis secara pribadi kisah di atas membuat penulis berpikir ulang tentang apa arti mencintai bangsa ini. Bagaimana mereka melakukannya itu sangat mengagumkan. Mereka rela meninggalkan kenyamanan yang ada di negara mereka, yang mungkin secara iklim ekonomi lebih baik, iklim sosial lebih mudah, serta cuaca yang nyaman bagi fisik mereka. Tetapi justru di Indonesialah pilihan hati mereka berlabuh.
Tentu tidaklah mudah membuat pilihan seperti itu. Tetapi tuntunan ‘kata hati’ dan pengalaman membawa mereka sampai ke tanah air ini. Semangat untuk berjuang dan tidak menyerah dalam berkarya itu lah yang harus kita teladani. Kita orang Indonesia belum tentu berkarya seperti mereka. Kita orang Indonesia mungkin masih lebih memikirkan ‘perut’ kita dibanding menjawab realita bangsa sendiri.
Ada perasaan sedikit malu yang terlintas bahwa kita juga dengan mudah menghakimi para bule itu sebagai ‘pengeruk’ kekayaan bangsa. Padahal sangat mungkin mereka lebih Indonesia dari kita. Mari kita belajar untuk menghargai mereka dan ayo kita bangkitkan semangat berkarya bagi bangsa ini. Jika bule bisa fall in love dengan bangsa kita sampai segitunya, bagaimana dengan anda.
(Ditulis oleh Nandasetya - @nandamichi7)