“Papa, jangan lupa ya pesanan mama! Susu bubuk yang si kecil biasa minum, yang kotaknya paling besar, ya! Satu lagi serbuk pembersih baju, beli yang paling kecil saja” , pesan si mama menitip beberapa barang belanjaan rumah tangganya sehari-hari, sebelum papa pergi kerja.
“Mbak, saya mau beli susu bubuk untuk anak saya yang paling besar, ukurannya yang kecil. Sepertinya sudah, itu saja.”, putus si papa yang lupa apa saja titipan belanjaan istrinya di rumah, tanpa menelpon kembali menanyakan, karena takut dimarahi.
“Kakak, kecilkan suara radionya! Adikmu sedang mengerjakan tugasnya”, perintah si mama kepada anak tertuanya.
“Adik, makan donatnya jangan sekaligus besar-besar dong, ah! Mulutnya khan masih kecil, tidak muat langsung sekali gigit”, tegur si papa yang pulang membawa oleh-oleh dan dihadiahi geram dari istrinya karena salah beli belanjaan.
Itu adalah salah satu potongan gambar dari sekian banyak pilihan yang kita buat hampir setiap hari dalam kehidupan kita. Besar, kecil. Panas, dingin. Tinggi, pendek. Putih, hitam. Dan setiap hari, mulai dari kita membuka mata, kita sudah harus mulai membuat pilihan-pilihan tersebut. Itu baru antara 2 pilihan, bagaimana jika ditambah lagi dengan kehadiran si sedang? Si semampai? Si abu-abu? Apabila kita berhasil dibingungkan saat memilih warna dasi atau padanan rok yang senada, maka sang waktu akan semakin tidak berpihak pada sisi kita.
Setiap orang hadir dengan pilihannya sendiri-sendiri. Masing-masing menjatuhkan pilihannya berdasarkan berbagai macam pertimbangan: kendaraan minibus karena bisa muat penumpang beserta tetek bengek lebih banyak daripada mobil sedan, kopi atau teh atau coklat dan panas atau dingin yang menyebabkan antrian panjang di depan kasir kedai kopi, berseragam putih atau berseragam hitam atau berseragam batik atau ...